Sembunyi



Bersembunyi Dibalik Kertas Putih.

Penggambaran yang apik, tentang kehampaan yang mengusik.
Ribuan orang berlalu lalang, nyatanya tak mengubah malang jadi sayang.
Kemana aku berlari jika sendiri?
Sebab sejauh apapun kaki melangkah,
Tetap akan kembali pada rumah.

Aku tidak akan bersembunyi dibalik batu besar.
Juga pada pohon yang kuat mengakar.

Tapi disini,
Dibalik kertas-kertas putih yang terkadang berwarna kusam.
Aku benamkan siapa aku.
Mengerayap pikiran entah sejauh mana.
Persembunyian yang tidak tersembunyi.
Dibalik buku, juga ragam kata terrangkai,
Aku plek menjadi diri sendiri.

Tentang Toga



Ku tulis ini atas dasar syukur, mengingat segala perjalanan panjang ini, tak akan sampai pada titik sekarang tanpa izin Allah, juga ridho orang tua.

Tentang Toga.

Te. O. Ge. A.
Pernah bermimpi pakai ini bersama ribuan orang? Memindahkan talinya dari kiri ke kanan? 

Yes. Alhamdulillah, I did.

Lalu apa arti TOGA untukku?
Baiklah, izinkan aku bercerita. 

Sabtu, 24 Februari 2018
Hari itu, ku abdikan diri untuk berkeliling Jakarta Timur, mencari 24 rumah dari murid-muridku yang mendaftar Kartu Jakarta Pintar. Syaratnya adalah survey oleh wali kelas. 

24 rumah. 24 orang tua. 24 watak dan latarbelakang.
Namun 1 harapan. Anaknya bisa sukses dunia akhirat. Jual beli, hutang pinjam, tak jadi masalah. Asal anaknya bisa sekolah. 
Dan betul begitu ceritanya. Pada ubin-ubin lantai dingin yang menjadi saksi, cerita demi cerita itu tersampaikan. 

Pikirku 1: mah, pah, maafkan daku sering membangkang. Sering tak mengerti mau kalian. Padahal...... tes. Jatuh butir air mata.

Pada dasarnya, orang tua tidak pernah meminta harta. Sebab bahagia mereka adalah: anaknya tidak perlu merasakan pahitnya kehidupan seperti yang mereka rasakan akibat kebodohan dan ketidaktahuan. Sekolah sangat penting. Terdidik itu adalah bekal. 
Meski tak jaminan bahwa jenjang tinggi membawa bahagia, namun bagi mereka, orang tua kita tercinta, melihat anaknya bisa memiliki hidup yang layak, adalah kebahagiaan.

Aku jadi terngiang kembali pada aku di 5 tahun lalu.
Saat posisiku sama seperti murid-muridku sekarang. Duduk dikelas 12 SMK. Belajar setiap hari. SMK katanya nanti enakan langsung kerja. Tapi, aku harus kuliah. Di UNJ. Titik.

Keras sekali aku dulu. (Mungkin sampai sekarang meski tak terlihat). 
Ku ingat saat sekolah kami mengajak seluruh murid kelas 12 untuk ke Campus Fair. Semacam pameran yang memperkenalkan seluruh kampus di Jakarta. Setibanya disana (aku lupa tempatnya dimana), kami berpencar. Dan aku bersama 1 kawanku mengunjungi stand "Universitas Negeri Jakarta". Ku lihat dinding-dinding tenda yang ditempelkan nuansa kampus yang begitu memesona. Terlihat mahasiswa sedang membuka buku dan berdiskusi. Aku yakin itu hanya pose. Tapi, aku ingin. Ingin pose? Bukan. Ingin kuliah.

"Kak, minta brosurnya ya? Dua boleh?" Pintaku pada Kakak Mahasiswa, yang akhirnya aku tahu mereka adalah Duta UNJ. 

Selesai di stand UNJ, aku bergegas ke stand BidikMisi. Sebuah beasiswa yang baru diluncurkan tahun 2011 (saat itu tahun 2013). Beasiswa yang diperuntukkan mahasiswa/i dalam ketegori berprestasi namun kurang mampu di PTN dan PTS terpilih. Aku tidak tahu apa aku memenuhi kriteria itu. Pokoknya, daftar aja. 

Informasi lengkap ku dapat. Tujuanku selesai. Alhamdulillah. Tidak tertarik lagi melihat atau bertanya-tanya stand yang lain. Pilihanku bulat, insyaa Allah UNJ. Feelingku sudah menyatu, meski aku juga tidak tahu apa bisa. 

**

Nempel Brosur UNJ di Kamar dan Kelas.

Berbekal 2 brosur ditangan, aku tempelkan 1 di kamar dan 1 di lemari kelas. Ku lingkari sebuah prodi. Yang Alhamdulillah, itulah prodiku saat masuk UNJ. "Pendidikan Ekonomi". 
Lagi-lagi, aku melingkari tanpa analisis apakah aku sanggup menjadi salah satu yang masuk dan mengalahkan ribuan yang lain?
Biidznillah, tak ada salahnya memiliki target.

Tidak sampai disitu. Mimpi hanya akan menjadi mimpi jika hanya ditulis dan dipandang. Sebab itu, harus diperjuangkan. 
Maka, aku tambahkan lagi sebuah label untuk menamai kalkulator yang ku beli saat dapet uang arisan.
"Putri Humairoh"
"Pendidikan Ekonomi UNJ 2013"

Titik. 
Sudah lengkap. Tiap hari itu saja yang kulihat.
Aku semangat bersemangat belajar. Berdoa. De el el.
Berharap Allah mengabulkan. Insyaa Allah.

**

Pertolongan Allah Sungguh Dekat.

Ku persingkat cerita ini.
Dan kembali pada keadaan orang tua kami. 
Lepas Wisuda SMK, aku ditawari magang disebuah perusahaan Tambang. Diterima. Alhamdulillah.
3 bulan ku jalani. Bekerja layaknya wanita karir. 
Pergi pagi, pulang sore, tiba dirumah maghrib.
Lalu kemana mimpi berkuliah?
Aku harus bisa!

"Mah, kakak pengen kuliah."
"Silakan. Tapi orang tua udah gak bisa membiayai penuh. Kalau kakak mau kuliah pilihannya dua. Kerja sambil kuliah. Atau kuliah di Negeri pakai beasiswa..."

2 pilihan itu terngiang dipikiran. Berat sekali.
Aku baru gagal daftar SNMPTN Undangan. 
Gagal di jurusan dan kampus yang aku inginkan. 
Yap, Pendidikan Ekonomi UNJ.

Cara lain yang bisa ku tempuh adalah ikut tes SBMPTN Tertulis. Melawan ratusan ribu orang se Indonesia. Tes yang diuji adalah tes level SMA. Aku harus ngebut kah? Dalam waktu 1 bulan? Magangku bagaimana?

Aku bisa. Insyaa Allah bisa.
Ku beli buku tes SBM, meski yang paling murah. Ku bawa ke tempat kerja. 
Sesekali atasanku melihat, "Putri mau ikut tes?" "Iya Pak. Mohon doanya." "Kok gak pernah dibuka bukunya?" "Saat break aja Pak. Hehe."

Hari pendaftaran terus bergulir. Aku belum juga daftar. Karena harus membayar dan aku bingung bagaimana caranya. Hingga, Qadarullah, informasi bahwa Pelamar Bidikmisi tidak perlu membayar biaya registrasi. Alias gratis. 
Aku seolah tak ingin menyianyiakan waktu. Aku buka laptop pinjaman kantor dan proses untuk daftar. Klik klik. Selesai. Alhamdulillah, kartu ujian sudah keluar. Bahagiannya, masyaa Allah.

Tibalah saatnya!
2 hari yang tak terlupakan. Menuju SMAN 6 di daerah Blok M. Tes mulai jam 9, jam 8 aku sudah tiba di lokasi. Melihat atmosfer peserta berpakaian necis dan gaul. Apalah aku yang hari ini malah memakai baju batik dan celana bahan. Jelas salah kostum. Tapi aku tak peduli, yang penting rapih dan sopan.

Ayahku mengantar sampai pintu ruang ujian. Menemaniku hingga aku memulai ujian, setelah itu kembali pulang kerumah.

Tes hari pertama, Tes Potensi Akademik.
Jujur, macam mana soal ini ku pun tak tahu. Ternyata o ternyata ini soal logika. 74/80 soal. Alhamdulillah done. Meski tak tahu apa benar. Yang penting, banyak isinya.

Tes selanjutnya, Tes Soshum. Sosial dan Humaniora. Kelar sudah. Yang ku yakin betul hanya 2 soal akuntansi dari 50 soal πŸ˜…

Hari pertama selesai. Ku bergegas pulang naik Kopaja 57. Melihat kanan kiri ibukota. I have done my best today. Aku tawakkal. Selamat datang hari kedua.

Hari kedua. Tes B.Indo, B.Inggris, dan MTK dasar.
Apanya yang dasar ya? Ini soal Subhanallah sulit. Jujur aku pesimis. Terjawab sedikit. Alhamdulillah
Setelah itu aku pulang saja.

**

Pengumuman!

Hari pengumuman. Server down!
Gak bisa buka di laptop kantor. Hingga akhirnya aku pulang bersama abang kandung. 
Diperjalanan naik motor, aku coba buka web pengumuman lewat HP. Lancar! 

Kotak merah. Aku scroll. Belum berani baca. 
Setelah tenang, aku baca dengan seksama.

"Selamat... Anda lulus... di Prodi Pendidikan Ekonomi UNJ"

Alhamdulillah. Gak bisa sujud karena lagi dimotor. Namun. Meleleh air mata. Ku tepuk pundak abang, "Bang, putri lolos UNJ..." "Mana coba lihat..."

Sampai dirumah, kucium tangan ayah dan ibu serta kusampaikan kabar bahagia ini. 

Setelah moment haru, tibalah moment melongo.
"Biayanya dari mana kak?"
"Oh iya.. Bidikmisi juga belum pasti Mah.... Gimana mah? Diambil apa engga?"
"Diambil aja. Kesempatan masuk Negeri."
"Iya rezeki nanti ada aja kak.." Ujar mamah, papah, dan abang. 

**

Modal 160Ribu.

Kalau ada yang nanya, berapa uang yang putri bayar ke Kampus? Jawabannya adalah Rp 160.000. 
Kok bisa?
Iya. Atas izin Allah.

Setiap orang punya cerita, dan inilah ceritaku.
Moment daftar ulang adalah moment yang berkesan. 
Seorang anak yang baru lulus SMK tiba2 masuk ke UNJ. Mencari dimana itu Gedung BAAK yang ternyata ada percis didepan gedung parkir. 
Mengantri demi mendapatkan Nomor Registrasi.
Antrian mengular. Tapi aku senang meski dandananku cupu. 

Ku serahkan kartu ujian ke petugas. Dan dituliskan nomor registrasi olehnya.

"Kamu daftar Bidikmisi ya?"
"Iya, Pak."
"Bayar 160.000 untuk POM ya. Uang UKT nya gak usah dibayar dulu."
"Jadi bayar 160.000 aja Pak?"
"Iya."
"Gak bayar uang semesteran?"
"Nanti kalau gak lolos bidikmisi baru bayar."

Aku lupa. Petugasnya siapa. Harusnya sih kenal ya. Karena pas semester 8 mesti bolak balik BAAK. πŸ˜…

"Pah, bayar 160.000. Papah ada uang?"
"Ada ada."
Papah mengeluarkan uang. Tadinya aku bilang minjam karena gaji magang belum turun. Tapi kata Papah, gak usah diganti. Jadi enak πŸ˜‚

Langsung tanpa tapi aku bayar ke BANK.
Setelah itu daftar ulang Bidikmisi.
Berkas sudah lengkap. Tinggal aku serahkan ke Kantor Wakil Rektor 3. 

Berkas beres. 
Aku pulang.
Dan setelah pembayaran 160.000 itu, aku tidak dikenakan biaya lagi. Alhamdulillah.
Bidikmisiku lancar hingga 8 semester. 

**

Beyond the Inspiration.

Aku sangat menyadari.
Aku tidak akan bisa sampai disini tanpa 2 orang malaikat tanpa sayapku. 
Mereka bukanlah pewaris harta, tapi keinginannya bulat untuk mewariskan ilmu. Makan kami seadanya. Kami terbantu karena saat itu Nenek masih ada. Kakek Alhamdulillah masih ada hingga sekarang.
Makan kami, seringnya dikasih nenek.
Jajan kami, sering ditambahi Nenek dan Kakek.
Aku tidak perlu ceritakan detail bagaimana kondisi kami:")
Tapi jika diibaratkan kami tidak disuruh tinggal dirumah tua warisan Kakek Nenek, mungkin untuk bayar kontrakan pun kami harus berjuang. Apalagi untuk sekolah.
Alhamdulillah. Pertolongan dari Allah.

Aku punya Ibu yang sangat luar biasa. Mendidikku disiplin dan tangguh. Meski sebenarnya aku cengeng dan gampang tersinggung. Mamah mendidikku mempunyai tanggung jawab.

Aku punya Ayah yang perwira. Hatinya tak pernah memarahi. Superhero untuk mengantar aku kemanapun jika ku minta. Menjemput tengah malam pun tak masalah. Aku tidak dikekang, namun tetap dipantau.

Mamah dan Papah tak pernah memaksakan kehendak kepadaku. 
Saat lulus SMP, aku dibebaskan memilih masuk SMA atau SMK. Akhirnya aku bilang bahwa aku senang matematika, aku ingin masuk SMK Akuntansi. Orang tua ku menyetujui. Dan ridho merekalah yang menjadi tanggaku sampai disini. Terimakasih Mam.. Pap...

Aku punya Abang yang sayang dan perhatian sama adik-adiknya. Setelah dewasa aku baru paham bahwa tegasnya adalah untuk membuat aku tangguh. Rasa sayangnya terkadang susah ditebak. Beliau mengajarkan kami untuk jangan menyakiti hati orang tua.

Aku punya adik-adik yang mengerti. Saat keluarga kami tertimpa sebuah ujian. Pembiasaan hidup sederhana tanpa kemewahan berbuah manis. Kondisi dibawah pun tak membuat hidup kami berubah. Adik-adik tanpa menuntut hak lebih. 

Kakek dan Nenek baik dari pihak ayah maupun ibu yang menjadi orang-orang yang juga menjaga kami. Memerhatikan kami. Sejak bayi, bahkan sampai Nenek menghebuskan nafas terakhir, aku tidur bersamanya. Sering memberi kami uang jajan tanpa diketahui mamah. Sering membelikan kami makanan enak. Mengoleskan lotion anti nyamuk saat kami tertidur.

Aku pun dikelilingi orang baik. Keluarga Papah dan keluarga Mamah yang sangat sayang ponakan. Sepupu yang seru. Teman yang sangaat memberi warna kehidupan. Terimakasih:")

Aku tidak kuat kala sendiri.
Maka, saat inipun segalanya untuk mereka. 

Hari ini, aku mungkin belum menjadi siapa-siapa.
Tapi biidznillah, proses yang baik akan menghantarkan kita pada pencapaian yang baik pula. Itu saja yang aku yakini.

Apa yang aku beri tidak akan pernah bisa membalas pengorbanan mereka. Tapi, semoga ku bisa terus membahagiakan mereka dengan jalan-jalan yang telah Allah pilihkan ini......

Alhamdulillah alla kulli hal.

**

Teruntuk Muridku Tersayang

Itulah sedikitnya cerita dari Ibu..
Mungkin kalian belum merasakan dan melewatinya sekarang.
Namun suatu hari nanti, pasti akan.
Jangan pernah menyianyiakan harapan orang tua.
Jadilah anak baik-baik. Jangan tambah beban pikiran mereka dengan kenakalan ya :)
Maka itu sudah lebih dari bahagia untuk orang tua.

Bermimpilah setinggi-tingginya.
Yakinkan. Doakan. Dan usahakan!

**

TOGA

Jadi bagaimana tentang toga?
Ya. Hanya sebuah topi hitam bertali warna warni.
Lambang kelulusan.
Lambang bertambahnya tanggungjawab.
Lambang naiknya seseorang kelevel yang lebih mumpuni.

TOGA dipakai oleh satu orang.
Namun diperjuangkan oleh banyak orang.
Jangan pernah lupakan jasa mereka.
Jangankan lupa, abai saja tidak boleh.

Terimakasih yaa Allah atas takdir terbaik yang Engkau pilihkan untukku.
Terimakasih mamah, papah, kakek, nenek, abang, adik, serta semua saudara dan teman atas dukungan dan pengorbanannya :")

Toga ini untuk kalian....

**

To readers..
Terimakasih sudah sabar membaca kisah sederhana ini..
Semoga ada manfaatnya.
Mohon maaf kalau ada salah kata dan penulisan.
Mohon kritik dan sarannya ☺

Saya tunggu cerita luar biasa milik kalian, 
Silakan share linknya ya jika ada dan kita berbagi kisah 😊😊😊

**

Wassalamualaikum.

F.O.K.U.S




Terinspirasi dari kak @qooonit tentang Titik Pusatnya. Menceritakan perjalanan pasca kampus yang dialaminya.

Yap, pasti semua yang lepas dari wisuda, sedikit demi sedikit mengalami masa bimbang. Galau. Bingung. Kira-kira mana jalan yang harus di lakuin.
Sedangkan kalau lihat dreamboard ada:
-S2
-Beasiswa
-Dosen
-dan bla bla bla.

Banyak sekali.
Ketika sudah dipindahkan tali toga dari kiri ke kanan, artinya... "no minta jajan2 lagiπŸ˜…"

Dan itu juga yang saya alami.
4 bulan sudah wisuda. Nyatanya, saya masih kurang fokus. Masih banyak sekali tujuannya. Padahal, untuk mencapai banyak titik itu, secara logika gak bisa dilakoni sekali waktu.

Misal, kamu gak bisa jadi guru full time dan pekerja kantor full time dalam sekali waktu.
Itu semua pilihan.

Dan yap, ketika udah milih jalan menuju cita-cita itu. Tiba-tiba, tawaran demi tawaran datang. Yang tawaran itu bukan sembarangan. Bukan ecek ecek insyaa Allah.
Tapi balik lagi ke tujuan kamu, apaaa?

Siang tadi ngobrol dengan guru baru juga disekolah.
Awalnya tanya...ngaji dimana.
Lama-lama, nanti S2 dimana?

Oh ternyata betul.
Kita gak boleh sama sekali terjebak pada mimpi orang lain! Jangan! Itu berat. Kita gak bakal kuadh.

Jadi, FOKUS. FOKUS pada cita-cita.
Dan kerjakan, laΔ·ukan, tekuni, serta jalani dengan maksimal tangga-tangga menuju cita-cita itu.

Skrg bukan tentang cita-cita siapa yang paling banyak.
Tapi tentang siapa yang tetap FOKUS pada cita-cita itu, hingga dapat.

Bismillah.

Sambil tetap seimbangkan antara kebutuhan jasmani dan ruhani. Sambil meningkatkan keilmuan persiapan akhirat. Sambil tetap menambah apa yang harus ditambah.

Harus FOKUS, konsisten, komitmen, dan atur waktu sebaik mungkin.

Insyaa Allah. Doa, usaha, ikhtiar, tawakal kita, akan menbawa kita pada cita-cita itu.

Jangan malas.
Jangan malas memotivasi diri.
Bisa. Biidznillah.

Mengajar Dengan Cinta



Tantangan hari ini. Sabtu. Weekend. Akhir pekan.
Sedari pagi disambung tanpa jeda (selain istirahat) sampai bel terakhir, tepatnya 45 menit sebelum Maghrib.
Tidak mudah ya.
Besok sudah hari Minggu. Ada tugas lain selain tugas sekolah yang belum rampung. Disambi pun tidak bisa, karena tidak ingin melewatkan waktu berinteraksi dengan murid.
Kalau dirasa, badan sudah ingin rebah. Tapi jiwa masih menggelora.
Dikelas terakhir, aku tidak ingin tumbang.
Dan betul, ada energi dari luar diriku yang membuat semangat mengajar selalu berapi-api.
Aku pantang mengajar sambil duduk kecuali sedang sakit.
Maka aku berjalan-jalan memutari mereka. Memandangi satu persatu wajah mereka sambil terus "bercerita" tentang akuntansi. Sebenarnya, dengan tipe suara ku yang tidak ada racikan sangarnya, cukup bahaya jika berbicara tentang cerita. Karena rasanya seperti di dongengi, kata mereka.
Iya betul. Aku juga merasakan.
Tapi sore ini, aku merasa sangat dicintai.
Aku berdiri ditengah, membenarkan posisi laptop yang memang ditaro ditengah krn proyektornya ditengah.
Sempat aku tengok ke kanan, tepat sekali pandangan bertemu dengan seorang murid perempuan yang sedang melihatku dengan senyum. Aku balas senyumnya.
Setelah bel pulang berbunyi, dan aku masih sibuk beberes alat elektronik. Seorang murid lelaki berdiri depan kelas menunggui. Kataku, pulang saja.
Akhirnya dia pamit pulang. Setelah sebelumnya, ada yang berkata, "terimakasih untuk ending di sore ini bu..."
Oh Allah.
Luruh sudah lelahku.
Aku bukan seorang yang sempurna. Dan memang tidak akan pernah sempurna. Tapi melihat mereka menatap dengan tulus, meresponku dengan baik, dan menghargai tiap kata-kataku, itu cukup membuat hidup ku sempurna.
Oh Allah..
Aku mungkin belum sempurna dalam memahami kehidupan dan latar belakang anak-anakku ini satu persatu. Tapi, izinkan aku berikan apa yang menjadi visiku dalam berjuang. Yaitu, mengajar dengan cinta. Sampaikan dengan hati. Walaupun semua ini adalah teori pelajaran dunia, tapi izinkan aku terus libatkan Engkau dalam mengambil hati, perhatian, dan luluhkan kasih sayang mereka dengan cinta.

How To Get Semarang?

How To Get 'Semarang'?

*
"Put, ada waktu tanggal sekian hingga sekian? Ke Semarang ya. Jadi CP acara Jambore."

Begitulah isi telfon dari Owner Beewhite Management yang juga mensponsori perjalananku.
Sempat kaget, karena ternyata tiket kereta menuju Semarang habis. Hingga solusi terbaiknya adalah naik Bus Antar Kota Antar Provinsi.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya raga ini pergi ke Semarang. Tahun 2015, Temilnas UNDIP. Kemudian tahun 2017, hanya singgah 4 jam di Semarang.
Jadi kalau dihitung, ini kali ke-3. Namun sendirian. Naik bus. Yes. Pengalaman baru.

Saking was-wasnya, H-1 saya survey ke P.O Sinar Jaya Depok. Berharapnya bisa langsung pesan untuk keberangkatan esok hari. Tapi kata abangnya, "Besok aja pesannya jam 8 pagi."
Oh oke oke.

Hari Minggu pun tiba. Ternyata saya tidak bisa ke Depok jam 8 pagi. Karena ada amanah di keluarga terlebih dahulu. Maka dengan keyakinan hati, yasudah, semoga bisa pesan siang aja.

Jam setengah 3, saya sampai di Pool Sinar Jaya Depok.

"Pak, Semarang masih ada?" (Ya masih ada lah. Masa ilang.)
"Hm.. Maksudnya tiket ke Semarang Pak.."
"Habis. Baru berangkat tuh bisnya.. Tinggal ke Pekalongan tuh, mau gak neng?"
"Pekalongan lewat Semarang gak Pak?"
"Yoo enggak.. Jauh."

Bingung.
Besok pagi sudah harus sampai ke Semarang.
Tidak mungkin lagi di tunda.
Ku coba cari solusi lain.
Yang terbesit di pikiran adalah "Terminal Kampung Rambutan". Gak lama langsung pesan ojek online menuju kampung rambutan. Tapi.. mahal euy. 40ribu. Bisa 1 jam. Dan belum tentu dapat juga karena hari semakin sore.

Pilihan yang terakhir adalah Bus ke Pekalongan.
Alhamdulillah setelah di cek ternyata Pekalongan berada di sisi Barat Semarang. Artinya kalau dari Jakarta, Pekalongan sebelum Semarang.
Ya sudah. Pesan dan naik saja dulu deh ke Pekalongan.
Urusan nanti ke Semarangnya gimana? Pikirin nanti 😅

"Pak, Pekalongan 1 ya."
"Jadi juga neng. Namanya siapa?"
"Iya jadi pak. Putri."
"Nih.. 90rebu. Berangkat jam 6 "
*lah mahal ya. Oh ternyata eksekutif.

Jam 6? Sedangkan sekarang jam 3.
3 jam ngapaaaain ini.
Ku lihat sekeliling. Beuh, rame euy.
Hingga akhirnya..

"Mbak ke Pekalongan?" Sapaku pada salah satu mba-mba yang sedang memakai headset gede.
"Iya.. Mbak juga?"
Alhamdulillah dalam hati, ada temen ngobrol selama 3 jam.
"Iya mbak. Ku duduk sini boleh?"
"Silakan mbak."

Akhirnya 3 jam kami habiskan untuk bercengkrama. Alhamdulillah, ada tempat nitip tas ketika masuk waktu sholat dan waktu izin makan dulu keluar pool. Mbaknya baik. Belakangan ku tahu bahwa ia merantau ke Jakarta. Aslinya orang Brebes. Brebes itu khasnya telur asin. Mau? Beli sendiri. 😅
Mbak nya sangat stylish. Berbeda dengan aku yang....ya yang penting nyaman.

Akhirnya bus kami tiba.
Namun sayang busnya berbeda.
Tak apalah.

Perjalanan Depok-Pekalongan membutuhkan waktu 7,5 jam. Maka jam setengah 2 malam aku sampai di Terminal Besar Pekalongan.

Sebelumnya, aku katanya sempat membuat heboh ikhwah Undip karena bertanya ke salah satunya tentang "dari Pekalongan ke Semarang dini hari naik apa ya?". Beberapa menit kemudian ku dapat 4 opsi. 😅 Salah satu diantaranya adalah datang ke polsek dan menunggu waktu pagi tiba. Oh thanks 😅
Btw terimakasih kawan2 Undip sudah sangat khwatir dengan "akhwat yang traveling sendirian".

Well, akhirnya aku memilih untuk stay di Terminal. Sambil bertanya ke beberapa kenek.
"Pak, Semarang ada tah?"
"Ada mbak. Nanti jam 3. Busnya di jalur itu tuh" *sambil menunjuk salah satu jalur.
"Oh oke trims pak."

Lega. Tinggal duduk manis di ruang tunggu sambil makan biskuit, atau sesekali membuka bahan bacaan.

Tiba-tiba..
"Semarang semarang semarang.. kalau penuh berangkat.."

Glek. Belum ketelen ini biskuit.
"Pak, Semarang ya?"
"Iya neng cepet cepet cepet.."
"Lha, izin ke toilet dulu ya Pak. Jangan ditinggal yo pak"

Yap. Kali ini belum sempet kenalan sama siapa-siapa. Akhirnya ku bawa semua barang dan tas ke toilet yang berada cukup jauh dari ruang tunggu.

***
Jam 2.18 aku sudah duduk nyaman di bangku nomor 2 Bus. Disampingku ada seorang bapak berumur 71 tahun (valid karena berdasarkan wawancara) 😅.
Beliau ingin menuju Trenggelek. Perjalanan dari Bekasi. Bapaknya adalah pensiunan TNI. Anaknya sudah pada berkeluarga. Anak yang terakhir, seumuranku, sedang menempuh S3 di salah satu univ di Surabaya.
Banyak motivasi yang putri dapat darinya.
Utamanya adalah tentang serius dalam menuntut ilmu. Agar tidak menyesal karena terbuang dalam kemalasan. Oke sip.

Jam 3 tepat. Bus sudah penuh.
Bus berangkat menuju Semarang. Tiketnya? 60rebu. 😅 Cukup mahal. Namun bisa dimaklumi karena itu masih dini hari.

Alhamdulillah.
Jam 5, bus safe landed di Terminal Terboyo.
Awal masuk Terminal ini cukup kaget. Kondisinya bisa dibilang "kumuh".
Tingkat kewaspadaan harus tinggi. Prinsipnya adalah, "jangan mau asal diajak sama orang. Survey dan cari info yang bener, baru naek.."

Pagi itu ku sudah sampai Semarang.
Tempat pertama yang ku cari, Mushola.
Alhamdulillah. Mushola Terminal Terboyo besar dan cukup nyaman. Bakda sholat subuh, ku tenangkan hati dengan Al-matsurat. Bersyukur karena aku sudah sampai di Semarang dengan segala drama 😅

Yaa.. Allah..
Anak alay ini bisa ke Semarang naik bus sendiri.
*sujud syukur.

***
Perjalanan belum usai. Tujuanku adalah Undip.
Ku cek di maps, ternyata Terminal Terboyo jauh sekali dengan Undip.

"Kak Dhil, ku sudah di Terboyo. Ku harus kemana?"

Tanyaku pada Kak Dhilla selaku partner kerja ku kali ini.

"Kak, naik patas ke Sukun. Harganya 5k. Busnya hijau.."

Excited. Warna busnya hijau.

Akhirnya ku naik ke Bus Patas Solo-Semarang. Dan turun di Sukun.

Suasana pagi Semarang telah menyapa.
Aku bahagia.
Dan juga bersyukur.
PadaMu yaa Allah..

"Ini kak Pute bukan?"
"Eh iya. Ini kak Dhilla?"
"Yaaa.."

Alhamdulillah.
Akhirnya ketemu teman.
Dan perjalanan Jambore pun dimulai.

*****

Alhamdulillah.
Semarang end.
Ditulis di Terminal Giwangan, Jogja.
Nunggu Bus ke Jakarta. Bismillah.

200rebu Per Minggu, Cukup Gak Ya?

Assalamualaikum. Apa kabar kawan-kawan readers?
Sesuai judulnya, 200rebu perminggu, cukup gak yes?
Maksudnya gimana deh?
Iya, jadi kita challenge diri untuk cukup dengan konsumsi 200ribuan perbulan. Atau 300ribuan. Atau 400ribuan. Ya tergantung kebutuhan. Tapiii, dengan rincian dan perhitungan anggaran yang jelas. Hehe.
Sebenarnya ini challenge diri sendiri sih ya.
Dan silakan disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Bismillahirrahmanirrahim.
Berawal dari kebingungan saya sendiri bagaimana ya metode yang pas biar pengeluaran gak mbludak begitu.
Catet pengeluaran, udah.
Ngitung anggaran perbulan, udah sih.
Tapi kadang-kadang masih aja bablas boros buat makan, pulsa, dan lain-lain.
Biar enak jelasinnya...
Kita sama-sama jawab pertanyaan ini yuk.

K.U.A.T

Entah dari embrio yang seperti apa kita tumbuh...
Akhirnya, Allah memilih kamu menjadi salah satu dari ummatNya yang diberikan hidayah.
Kamu bahagia? Harus.
Kamu senang berjuang? Harus.
***
Ini tentang caraku menapaki tiap-tiap jalan ini. Disini. Jalan yang kita mengenalnya dengan Jalan Dakwah. Jalan Cinta. Jalan Cinta Para Pejuang.
Aku masih ingat. Waktu-waktu awal aku memasuki jalan ini. Jalan asing bagiku. Namun perlahan, aku pahami, aku harus banyak belajar.
Masa kecilku, memang tidak terbiasa disini.
Masa remajaku, penuh hingar-bingar fatamorgana.
Bagi yang tahu, bisa jadi akan mengernyitkan dahi.
"Oh. Begini sebenarnya Putri?" Kata mereka.