Mengajar Dengan Cinta



Tantangan hari ini. Sabtu. Weekend. Akhir pekan.
Sedari pagi disambung tanpa jeda (selain istirahat) sampai bel terakhir, tepatnya 45 menit sebelum Maghrib.
Tidak mudah ya.
Besok sudah hari Minggu. Ada tugas lain selain tugas sekolah yang belum rampung. Disambi pun tidak bisa, karena tidak ingin melewatkan waktu berinteraksi dengan murid.
Kalau dirasa, badan sudah ingin rebah. Tapi jiwa masih menggelora.
Dikelas terakhir, aku tidak ingin tumbang.
Dan betul, ada energi dari luar diriku yang membuat semangat mengajar selalu berapi-api.
Aku pantang mengajar sambil duduk kecuali sedang sakit.
Maka aku berjalan-jalan memutari mereka. Memandangi satu persatu wajah mereka sambil terus "bercerita" tentang akuntansi. Sebenarnya, dengan tipe suara ku yang tidak ada racikan sangarnya, cukup bahaya jika berbicara tentang cerita. Karena rasanya seperti di dongengi, kata mereka.
Iya betul. Aku juga merasakan.
Tapi sore ini, aku merasa sangat dicintai.
Aku berdiri ditengah, membenarkan posisi laptop yang memang ditaro ditengah krn proyektornya ditengah.
Sempat aku tengok ke kanan, tepat sekali pandangan bertemu dengan seorang murid perempuan yang sedang melihatku dengan senyum. Aku balas senyumnya.
Setelah bel pulang berbunyi, dan aku masih sibuk beberes alat elektronik. Seorang murid lelaki berdiri depan kelas menunggui. Kataku, pulang saja.
Akhirnya dia pamit pulang. Setelah sebelumnya, ada yang berkata, "terimakasih untuk ending di sore ini bu..."
Oh Allah.
Luruh sudah lelahku.
Aku bukan seorang yang sempurna. Dan memang tidak akan pernah sempurna. Tapi melihat mereka menatap dengan tulus, meresponku dengan baik, dan menghargai tiap kata-kataku, itu cukup membuat hidup ku sempurna.
Oh Allah..
Aku mungkin belum sempurna dalam memahami kehidupan dan latar belakang anak-anakku ini satu persatu. Tapi, izinkan aku berikan apa yang menjadi visiku dalam berjuang. Yaitu, mengajar dengan cinta. Sampaikan dengan hati. Walaupun semua ini adalah teori pelajaran dunia, tapi izinkan aku terus libatkan Engkau dalam mengambil hati, perhatian, dan luluhkan kasih sayang mereka dengan cinta.

How To Get Semarang?

How To Get 'Semarang'?

*
"Put, ada waktu tanggal sekian hingga sekian? Ke Semarang ya. Jadi CP acara Jambore."

Begitulah isi telfon dari Owner Beewhite Management yang juga mensponsori perjalananku.
Sempat kaget, karena ternyata tiket kereta menuju Semarang habis. Hingga solusi terbaiknya adalah naik Bus Antar Kota Antar Provinsi.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya raga ini pergi ke Semarang. Tahun 2015, Temilnas UNDIP. Kemudian tahun 2017, hanya singgah 4 jam di Semarang.
Jadi kalau dihitung, ini kali ke-3. Namun sendirian. Naik bus. Yes. Pengalaman baru.

Saking was-wasnya, H-1 saya survey ke P.O Sinar Jaya Depok. Berharapnya bisa langsung pesan untuk keberangkatan esok hari. Tapi kata abangnya, "Besok aja pesannya jam 8 pagi."
Oh oke oke.

Hari Minggu pun tiba. Ternyata saya tidak bisa ke Depok jam 8 pagi. Karena ada amanah di keluarga terlebih dahulu. Maka dengan keyakinan hati, yasudah, semoga bisa pesan siang aja.

Jam setengah 3, saya sampai di Pool Sinar Jaya Depok.

"Pak, Semarang masih ada?" (Ya masih ada lah. Masa ilang.)
"Hm.. Maksudnya tiket ke Semarang Pak.."
"Habis. Baru berangkat tuh bisnya.. Tinggal ke Pekalongan tuh, mau gak neng?"
"Pekalongan lewat Semarang gak Pak?"
"Yoo enggak.. Jauh."

Bingung.
Besok pagi sudah harus sampai ke Semarang.
Tidak mungkin lagi di tunda.
Ku coba cari solusi lain.
Yang terbesit di pikiran adalah "Terminal Kampung Rambutan". Gak lama langsung pesan ojek online menuju kampung rambutan. Tapi.. mahal euy. 40ribu. Bisa 1 jam. Dan belum tentu dapat juga karena hari semakin sore.

Pilihan yang terakhir adalah Bus ke Pekalongan.
Alhamdulillah setelah di cek ternyata Pekalongan berada di sisi Barat Semarang. Artinya kalau dari Jakarta, Pekalongan sebelum Semarang.
Ya sudah. Pesan dan naik saja dulu deh ke Pekalongan.
Urusan nanti ke Semarangnya gimana? Pikirin nanti 😅

"Pak, Pekalongan 1 ya."
"Jadi juga neng. Namanya siapa?"
"Iya jadi pak. Putri."
"Nih.. 90rebu. Berangkat jam 6 "
*lah mahal ya. Oh ternyata eksekutif.

Jam 6? Sedangkan sekarang jam 3.
3 jam ngapaaaain ini.
Ku lihat sekeliling. Beuh, rame euy.
Hingga akhirnya..

"Mbak ke Pekalongan?" Sapaku pada salah satu mba-mba yang sedang memakai headset gede.
"Iya.. Mbak juga?"
Alhamdulillah dalam hati, ada temen ngobrol selama 3 jam.
"Iya mbak. Ku duduk sini boleh?"
"Silakan mbak."

Akhirnya 3 jam kami habiskan untuk bercengkrama. Alhamdulillah, ada tempat nitip tas ketika masuk waktu sholat dan waktu izin makan dulu keluar pool. Mbaknya baik. Belakangan ku tahu bahwa ia merantau ke Jakarta. Aslinya orang Brebes. Brebes itu khasnya telur asin. Mau? Beli sendiri. 😅
Mbak nya sangat stylish. Berbeda dengan aku yang....ya yang penting nyaman.

Akhirnya bus kami tiba.
Namun sayang busnya berbeda.
Tak apalah.

Perjalanan Depok-Pekalongan membutuhkan waktu 7,5 jam. Maka jam setengah 2 malam aku sampai di Terminal Besar Pekalongan.

Sebelumnya, aku katanya sempat membuat heboh ikhwah Undip karena bertanya ke salah satunya tentang "dari Pekalongan ke Semarang dini hari naik apa ya?". Beberapa menit kemudian ku dapat 4 opsi. 😅 Salah satu diantaranya adalah datang ke polsek dan menunggu waktu pagi tiba. Oh thanks 😅
Btw terimakasih kawan2 Undip sudah sangat khwatir dengan "akhwat yang traveling sendirian".

Well, akhirnya aku memilih untuk stay di Terminal. Sambil bertanya ke beberapa kenek.
"Pak, Semarang ada tah?"
"Ada mbak. Nanti jam 3. Busnya di jalur itu tuh" *sambil menunjuk salah satu jalur.
"Oh oke trims pak."

Lega. Tinggal duduk manis di ruang tunggu sambil makan biskuit, atau sesekali membuka bahan bacaan.

Tiba-tiba..
"Semarang semarang semarang.. kalau penuh berangkat.."

Glek. Belum ketelen ini biskuit.
"Pak, Semarang ya?"
"Iya neng cepet cepet cepet.."
"Lha, izin ke toilet dulu ya Pak. Jangan ditinggal yo pak"

Yap. Kali ini belum sempet kenalan sama siapa-siapa. Akhirnya ku bawa semua barang dan tas ke toilet yang berada cukup jauh dari ruang tunggu.

***
Jam 2.18 aku sudah duduk nyaman di bangku nomor 2 Bus. Disampingku ada seorang bapak berumur 71 tahun (valid karena berdasarkan wawancara) 😅.
Beliau ingin menuju Trenggelek. Perjalanan dari Bekasi. Bapaknya adalah pensiunan TNI. Anaknya sudah pada berkeluarga. Anak yang terakhir, seumuranku, sedang menempuh S3 di salah satu univ di Surabaya.
Banyak motivasi yang putri dapat darinya.
Utamanya adalah tentang serius dalam menuntut ilmu. Agar tidak menyesal karena terbuang dalam kemalasan. Oke sip.

Jam 3 tepat. Bus sudah penuh.
Bus berangkat menuju Semarang. Tiketnya? 60rebu. 😅 Cukup mahal. Namun bisa dimaklumi karena itu masih dini hari.

Alhamdulillah.
Jam 5, bus safe landed di Terminal Terboyo.
Awal masuk Terminal ini cukup kaget. Kondisinya bisa dibilang "kumuh".
Tingkat kewaspadaan harus tinggi. Prinsipnya adalah, "jangan mau asal diajak sama orang. Survey dan cari info yang bener, baru naek.."

Pagi itu ku sudah sampai Semarang.
Tempat pertama yang ku cari, Mushola.
Alhamdulillah. Mushola Terminal Terboyo besar dan cukup nyaman. Bakda sholat subuh, ku tenangkan hati dengan Al-matsurat. Bersyukur karena aku sudah sampai di Semarang dengan segala drama 😅

Yaa.. Allah..
Anak alay ini bisa ke Semarang naik bus sendiri.
*sujud syukur.

***
Perjalanan belum usai. Tujuanku adalah Undip.
Ku cek di maps, ternyata Terminal Terboyo jauh sekali dengan Undip.

"Kak Dhil, ku sudah di Terboyo. Ku harus kemana?"

Tanyaku pada Kak Dhilla selaku partner kerja ku kali ini.

"Kak, naik patas ke Sukun. Harganya 5k. Busnya hijau.."

Excited. Warna busnya hijau.

Akhirnya ku naik ke Bus Patas Solo-Semarang. Dan turun di Sukun.

Suasana pagi Semarang telah menyapa.
Aku bahagia.
Dan juga bersyukur.
PadaMu yaa Allah..

"Ini kak Pute bukan?"
"Eh iya. Ini kak Dhilla?"
"Yaaa.."

Alhamdulillah.
Akhirnya ketemu teman.
Dan perjalanan Jambore pun dimulai.

*****

Alhamdulillah.
Semarang end.
Ditulis di Terminal Giwangan, Jogja.
Nunggu Bus ke Jakarta. Bismillah.