Orang Betawi

Orang Betawi
.
Ialah aku. Yang dari kecil tinggal di ujung Timur dari Jakarta. Di dekat perbatasan Jawa Barat dan DKI Jakarta, yang sampai sekarang pun batas pemisahnya adalah sebuah sungai dengan arus air yang sangat deras. Bahkan seringkali banjir.
Namun, perbatasan tetaplah perbatasan. Walaupun katanya Ibukota, namun di perbatasan daerah tetaplah dalam keadaan yang sunyi. Mitos-mitos masih menghinggapi. Hampir setiap hari aku lewati perbatasan ini pada malam hari. Tentu saja, sendiri.
Namun, pasti ada yang berbeda.
Tidak seperti perbatasan pada masa dulu, kira-kira belasan tahun lalu. Tiap kali harus melewati perbatasan ini. Dingin mencekam. Ah. Seram.
.
Ialah daerah rumahku.
Sebuah Desa di ujung Timur Jakarta. Yang jarang sekali aku lihat bus-bus besar lalu-lalang. Kecuali memang bus yang dipesan khusus untuk transportasi jalan-jalan warganya keluae kota.
Ah, rasanya disini masih aman-aman saja aku kesana kemari tanpa helm.
.
Ialah Desaku. Tempat yang jauh dari kata metropolitan. Aku hampir tidak melihat kekacauan disini. Ya, kira-kira sampai radius 5km desaku masih sangat asri. Walaupun memang, ciri khas Ibukota adalah kepadatannya. Tapi di sudut desa, masih bisa ku lihat jejeran sawah dan kebun, pemancingan dan rekreasi danau.
.
Ialah rumahku. Yang belasan tahun lalu halamannya masih sangat luas-luas-luas sekali. Kalau kau lihat lapangan bola kampus? Itulah halaman rumahku. Tempat Maulid Nabi Muhammad SAW dilaksanakan, Tempat idola para pengantin untuk mengadakan hajatan.
Yap, ini adalah rumah utama dari seluruh keluarga besar Kakek-ku dari Ibu. Tempat kami sekeluarga besar berkumpul dalam kehangatan yang tidak dibuat-buat.
Dahulu,
Disamping rumah kami terdapat pohon-pohon buah rambutan segala jenis, pohon melinjo, pohon pepaya, pohon kenanga, pohon kecapi, bahkan pohon cokelat yang penuh mistis itu.
Hari ini ada jadwal makan apa? Tinggal petik dari kebun.
.
Ialah rumah Kakek-ku dari Ayah. Hanya beda 1 kecamatan dari rumahku. Desa Ciracas. Dekat sekali bukan?
Yap, bisa dipastikan aku anak betawi tulen. Yang sehari-harinya berkuat di Jakarta.
Tentang Merantau? Bukankah aku sudah berada di tempat para perantau menuju? Mau merantau kemana lagi?
.
Ialah saudara-saudaraku. Yang hampir setiap sore setelah kita belajar mengaji, kita bermain bersama. Jadwal hari ini bermain apa? Petak umpet? Bete Gunung? Karet? Bentengan? Mau apa? Main dimana?
Tinggal ketuk pintu tetangga, lalu kita bermain bersama.
.
Ialah Ramadhan, Bulan penuh Cahaya di Desa kami.
Walaupun katanya di Ibukota, tradisi ngarak api obor menyambut Bulan Ramadhan masih jadi idola. Beruntung aku masih mengingat masa-masa menyalakan obor dengan korek api. Berkonvoi keliling desa sembari bercengkrama dengan kawan disekolah dan pengajian.
.
Ialah Masa kecilku, yang tetap merindu masa-masa lapang dan kenangan.
Tentang gadget?
Bahkan bisa menonton TV yang sudah ada warnanya saja kami sudah merasa senang.
.
Kita punya kenangan masa kecil yang sama kah?
.
Yap, inilah Desaku. Desa Kalisari di ujung Jakarta Timur. Kalau di peta, langsung saja mata kalian menuju Depok. Dia ada disebelahnya.

Aku Meridhoi Kesederhanaanmu

Sejak dahulu hingga sekarang, kisah cinta Ali RA dan Fathimah RA selalu menjadi idaman semua ikhwan dan akhwat yang merindu kezuhudan dalam berumah tangga.
Begitu pun aku.

Bukan hanya tentang Zuhud, 2 insan pilihan Allah ini sangat pandai menyimpan rasa cinta. Hingga syaitan-syaitan pun dikelabuhinya. Tidak ada yang mengetahui. Bahkan dinding-dinding rotan, atau baju besi Ali AS pun tidak mengetahui gejolak cintanya. Begitu rapat ditutup. Begitu sakral dijaga. Begitu shalih disikapi. Kalau bukan oleh Insan dengan iman yang kuat, apa bisa? Allahu a'lam.

Hari ini, 1400 tahun kemudian.
Adalah aku. Yang juga rindu untuk menjadi sosok Fathimah. Anak perempuan Baginda Rasulullah SAW. Yang begitu salihah, santun, lembut, serta zuhudnya.

Adalah aku. Yang juga meridhoi laki-laki yang sederhana dan mampu menjaga diri. Bahkan tidak ada satu katapun ia memperlihatkan kebaikan dalam dirinya. Namun semesta, tidak akan mampu untuk menyembunyikan kedahsyatan imannya.

Adalah aku. Wanita akhir zaman yang hiruk pikuk hidupnya dipenuhi dengan dinamika dan fitnah merajalela. Barangkali memang, beberapa kali setan menang atas dirinya. Tapi berulang kali pula, aku mencoba melawan dan terus melawan.

Adalah ia. Sosok Ali yang tiada pernah aku bisa gambarkan wajahnya. Namun kepribadiannya, bagaikan ksatria yang siap berperang. Tidak peduli meski hambatan menghadang.

Adalah ia. Sosok Ali yang namanya masih Allah rahasiakan. Namun, Allah telah menunjukkan siapa dan bagaimana.

Adalah aku dan dia. Kelak.
Yang tanpa kita ketahui, kita pernah melalui dinamika hidup serupa. Merasakan titik perjuangan serupa. Serta tetap menuju titik yang sama.

Iya, memang betul.
Iman dan Akhlak mulia akan menjadikan aku tsiqoh, patuh, taat, dan hormat.
Dan kesederhanaan akan membuat aku jatuh cinta.

Wallahi. Aku ridho.

Hakikat Hidup

Jadi, boleh ku pakaikan bunga ini untukmu, Dik?
.
.
Eh tapi jangan, memetiknya hanya akan membuat dia layu. Dik, dahulu aku begitu mudah mencabut bunga indah yang aku lihat; namun tahukah kalau itu malah menyiksanya? Bukan malah memuliakannya?
Setelah ia dipetik, maka ia hanya menunggu waktu untuk layu dan busuk. Dik, aku tak ingin menyiksanya. Sedikitpun tidak. Karena aku juga tidak ingin dipetik, lalu dibiarkan layu dan membusuk
.
Dik, kita tahu bukan bahwa bunga ini juga membutuhkan makanan? Membutuhkan batang dan daun untuk berkembang? Membutuhkan akar untuk kuat bermekaran? Maka membiarkannya tetap ditempatnya adalah cara terbaik untuk menyayanginya. Seperti halnya kamu dan aku, Dik. Membutuhkan makanan. Membutuhkan tempat untuk tumbuh. Membutuhkan akar untuk terus mekar
.
Hingga suatu hari, Allah sendiri yang menjatuhkan bunga ini. Melepaskan badannya dari batang yang menopangnya. Perlahan-lahan angin membuatnya terlepas. Pelan. Pelan. Dan bunga ini terbang terbawa angin ketempat yang tidak tahu dimana
.
Seperti hal nya aku dan tentunya kamu, suatu hari. Di waktu yang tepat. Allah akan lepaskan juga ruh dengan jiwa
.
Dik, sebenarnya simpel saja. Saat kita bersama-sama bermain dengan alam. Jangan mengambil apapun, kecuali gambar. Jangan meninggalkan apapun, kecuali jejak. Jangan membunuh apapun, kecuali waktu
.
Sekalipun ada bunga yang telah gugur, jangan dibawa pulang. Biar kan ia menjadi pupuk untuk rumahnya dan saudaranya yang lain
.
Bukankah itu hakikat hidup?
Khairunnas anfauhum linnas 😊
#SaveEarth
#BagianDariMemeliharaBumi

Ketika Jakarta Menjadi Dingin

Ketika Jakarta Menjadi Dingin.
.
Akhir-akhir ini cuaca di Jakarta, Depok, dan sekitarnya sedikit berbeda.
Biasanya selalu panas mulai dari pagi hingga sore.
Sekarang suhunya selalu kisaran 20-an derajat.
Gerimis dominan muncul.
Matahari lebih seneng sembunyi.
Membuat baju yang udah dikeringin di mesin cuci selama 2 menit pun harus lama keringnya.
.
Ada apakah gerangan?
Awan selalu terlihat menghitam.
Sesekali bergeser sedikit menjadi agak keabuan.
Memang, beginilah suasana yg ku idamkan.
Tapi jika terjadi di sini...
Rasanya aku tak siap.
Apalagi jika merasakan sensasi hujan dipagi hari.
Adik-adik harus mengumpulkan semangat yg lebih ekstra untuk sekolah.
Pun begitu yg bekerja.
Harus siaga bawa spare baju ganti.
Pun begitu bagi freelance yg jadwal meetingnya padet, makin makin padet, karena ditambah 1 jadwal yaitu selimutan.
Sedangkan ku lihat cucian yg baru kering numpuk hingga 3 ember.
Belum lagi list-list laporan yang nagih untuk di seriusi.
.
Oh yayaya.
Ketika Jakarta menjadi begitu dingin.
Jaket sport yg tipis kurang lagi mampu sembunyikan bulu kuduk.
Aih, Jakarta.
Cukup dia aja yg dingin. Kamu anget aja..