Allah Memelukku Erat


Selamat hari kemerdekaan.

Merdeka!
Iya, aku merdeka.
Bagi saya merdeka itu ketika kita bahagia sepanjang waktu, gak penuh prasangka sama hal-hal yang gak memerlukan prasangka kita. And well, semua sih terserah sama pilihan masing-masing tentang bagaimana cara memilih rasa memerdekakan diri.

Khusus kali ini, saya ingin menjawab tentang pertanyaan yang hadir.
"Putri gimana? Bisa sidang skripsi?"
 Pertanyaan yang biasa banget untuk mahasiswa tingkat akhir yang emang lagi ngerjain skripsi. Tapi buat saya itu istimewa banget. Bisa dibilang kaya gak mungkin gitu. Kenapa gak mungkin? Yap, karena 1 minggu sebelum saya sidang skripsi, saya baruuu aja menyadari kalau ada salah satu nilai mata kuliah saya yang 'E'. E itu artinya gak lulus. Pilihannya cuma 2: ngulang mata kuliah lagi semester depan (dan itu berarti saya harus lulus di semester 9) atau meminta perbaikan nilai dari dosen.

Ah, saat itu rasanya hancur abis hidupkoeee.
Ibaratnya untuk melangkah lagi sampai puncak, eh ternyata harus mundur lagi dan muncaknya besok-besok.

Disini saya benar-benar intropeksi diri, satu pertanyaan yang selalu saya ulang-ulang, "Yaa Allah, pasti ada yang salah ya dari prosesnya selama ini? Sampai akhirnya dikasih ujian begini.."
Kalau gak salah sampai seminggu saya memutuskan buat gak ke kampus, lebih tepatnya gak ketemu teman-teman kampus. Kaya gak ada nyali gitu, padahal ya gak ada hubungannya sama teman-teman juga. Tapi rasanya gak kuadh gitu kalau ditanya, "Kenapa Put? Kok berkas skripsi lo diambil lagi?" Iyaa kan saya gak bisa daftar sidang duluuuuu. Hikz.

Rasanya sepi banget. Mematut-matut diri rasanya. Orang tua sudah berharap banyak dan taunya yaa saya lulus semester ini. Mereka nanyain, gimana gimana gimana? Nanti wisuda pakai baju apa? Ooo tidak. Ngomong jujur gak nih?

Di masa-masa seperti ini, saya butuh teman untuk bercerita. Teman yang lebih sangat dewasa dari saya baik dari segi umur, pengalaman, dan pengetahuan agama. Akhirnya memberanikan diri datang ke rumah Ustadzah.
Mbak, begitu ceritanya. Takut banget dan sedih banget kalau lihat wajah orang tua yang sudah berharap banyak. Kalau nambah semester pun, bayar SPP nya lumayan. Belum lagi, sebenarnya saya akhir Juli ini sudah bilang 'ya' untuk masuk ke rumah tahfidz. Jadi rumit, waktu sidang pun tinggal seminggu lagi. *dan gak kerasa mata kaya basah gitu.

Saat itu, Ustadzah banyak ngasih cerita pengalaman kuliahnya dan beberapa disclaimer. Hingga masuk ke bagian taujihnya

Put, serahkan semua sama Allah. Segala ujian ini datang dariNya, mungkin selama ini terlalu sibuk sama urusan dunia sampai ibadahnya kendor. Jangan lupa ikhtiar, untuk sekarang, restu dosen yang bisa menolong. Dan inget, hatinya dosen itu milik siapa? Milik Allah. Maka minta sama Dia. Dan inget, pasrah dan tawakkal setelah berikhtiar. Siapkan mental untuk kemungkinan terpahitnya kalau harus nambah, gak usah mengkhawatirkan rezekinya. Allah lagi pengen putri belajar sabar...

Itu. Itu poinnya. Pasrah. Berserah. Tsiqoh atas segala ketetapannya.
Kemarin-kemarin saya kekeuh minta sama Allah, harus lulus semester sekarang. Tapi saya gak boleh begitu terus, gak boleh memaksakan kehendak sama Allah, tapi mintalah dengan segala kelembutan. Akhirnya tiap bakda sholat saya katakan... Yaa Allah, putri bermunajat padaMu. putri berencana untuk lulus semester ini, tetapkanlah juga untuk putri lulus semester ini Yaa Allah. Namun, kuatkan putri untuk segala ketetapanMu. Yaa Allah, jika ujian ini datang karena dosa-dosa putri di masa lalu, ampuni putri yaa Allah, ampuni. Namun jangan limpahkan sedih ini pada orang tuaku, kepada putri saja yaa Allah....

Waktupun bergulir, ikhtiarku harus terus berjalan, kan?
Pertama-tama harus menemui dosen yang bersangkutan. Proses ketemu dosen ini lumayan panjang. Karena lagi musim liburan kuliah, dosen jadi jarang ke kampus kecuali ada sidang skripsi. Udah seminggu berlalu, tapi belum ketemu juga. Haaap, saya gak boleh nyerah. Sampai akhirnya Allah kasih petunjuk lewat teman kampus yang juga mau ketemu dosen itu. Ketemunya di rumah dosen tersebut.

Singkatnya, saya sampai di kediaman dosen yang ternyata gak jauh dari rumah saya. Berbincang sana-sini dan kemudian menyampaikan maksud. Beliau meluruskan dan memberi arahan, hingga akhirnya, "Kamu mau nilai berapa?" "D aja cukup Bu, yang penting lulus mata kuliah ini.." "Hmmm gitu. Eh iya, IP kamu sekarang berapa?" "3,6 bu.." "wah gede, Ibu kasih B-..."

Yaa Allah, nikmat mana lagi yang kau dustakan? 

Sampai detik itu saya benar-benar gak percaya. Yaa Allah, Allah maha baik banget, melembutkan hati dosen ini. Dan saya bisa sidang skripsi kemudian dinyatakan lulus S.Pd.

Ada yang bertanya-tanya, kok bisa Put dapat nilai segitu?
Sesuatu hal yang kayanya mustahil. Tapi dengan Allah semua jadi mungkin.

But ikhwah, ternyata bener. Kita tuh kadang sibuk sama dunia sehingga targetan Ibadah Yaumiyah jadi lalai.
Seminggu saya dirumah, akhirnya mutusin gak ngerjain apa-apa (kecuali kerjaan rumah) selain ibadah.
Kalau lagi perlu untuk berhubungan sama manusia, pun jangan lupa untuk doain yang bersangkutan.
Mungkin sedikit MY yang intensif dikerjakan kalau kita punya hajat:

1. Baca doa robitoh dan bayangin wajah yang bersangkutan setiap bakda sholat (1-2 kali tiap bakda sholat) lalu iringi doa terbaik.
2. Dzikir "Hasbunallah wa nikmal wakil. nikma maula wa nikmannasir" artinya "cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah sebagai sebaik-baik pelindung". Setiap hari minimal 500 kali. setelah itu dilanjutkan Istighfar, Tasbih, Tahmid minimal 500 kali juga. Tujuannya: tauhidullah ya, tetap berkeyakinan bahwa Allah sebaik-baik penolong dan pelindung kita.
3. Baca Al-Quran minimal se-juz
4. Sholat sunnah, dhuha dan qiyamul lail setiap hari
5. Birul Walidain ditingkatkan
6. Minta doa orang tua
7. Perbanyak sedekah
8. Buka dan terima setiap kesempatan berbagi atau ketika diberikan amanah dakwah. (masalah gak bikin kita mundur dari jamaah kan?)
9. Ikhtiar MAKSIMAL. sebelum waktu habis, harus tetap ikhtiar.

yaa itu yang mulai saya perbaiki. Jangan ditanya, sebelumnya ibadah saya jeblak jeblok. Cuma mikirin nih gimana bisa selesai skripsi. ternyata its totally wrong guys, lo gak deket sama Allah, dunia juga bakal jauh dari lo.

4 sehari setelah acc dosen, saya dijadwalkan sidang skripsi. Hal yang sama saya lakukan menuju sidang, doa ribitoh untuk dosen penguji gak ketinggalan.

Alhamdulillah, siang itu tanpa kendala saya presentasi hasil skripsi saya. Sorenya, dinyatakan lulus.
yaa Allah, kalau saya sombong, prustasi, atau malah nyalahin keadaan (bukannya intropeksi diri) mungkin sekarang saya lagi mengutuk waktu dan banting tulang bayar semesteran..

....
Eit tapi semua belum usai, sekali lagi Allah uji. kabulan dari doa "limpahkan kesedihan pada saya saja"
Selesai sidang, Hard-disk organisasi yang dititipkan ke saya ketinggalan di koridor lantai 8. Dan saya baru sadar ketika sudah pulang. Harganya? Sejuta :") Well, ayo kita nabung buat ganti harddisk ini. :D

Tapi sekali lagi juga Allah kasih nikmatnya. (ah cinta banget)
Seminggu kemudian saya ke kampus lagi. Bertanya ke OB, nemuin harddisk gak pak? Enggak. Nanya lagi ke OB lantai 9, jawabannya enggak juga. Lemash saaay.
Akhirnya, saya tergugah untuk masuk ke ruangan sidang saya minggu lalu. Saat itu, sedang ada sidang skripsi juga untuk jurusan Akuntansi. Dan sebenarnya selain dosen dan yang sedang di ujian skripsi gak boleh masuk. tapi bismillah, masuk aja dah...

Akhirnya.... Ada. Adaaaa. Adaaa. Ditumpukan berkas-berkas yang ketinggalan. Di paling atas, dan memungkinkan orang yang tidak bertanggung jawab untuk ngambil itu.

Sekali lagi, Allah tunjukkan keajaibannya. Allah rengkuh kasih sayangNya. Allah curahkan segala pertolonganNya.
Saya gak akan pernah berhenti berdoa, gak pernah. Karena di momen-momen berdoa itulah saya berasa lagi curhat sama Kekasih. :')

Saya pernah lalai. Allah peluk saya. Baru setelah beberapa lama, saya menyadari kehangatan pelukanNya dan kemudian saya menyesal.... "kenapa tidak dari dulu menyadarinya..."

Yoms ikhwah, udah ya, kita gak boleh nyerah sama masalah.
justru ketika kita lagi dirundung masalah, Allah sebenarnya lagi meluk kita seerat-eratnya. Jangan lepas. Peluk balik. .....

Refleksi Hayati dan Zainudin

Kali kedua nonton Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wircjk.

Kesejatian cinta.
Ketulusan cinta.

Aku jadi ingin berangan.
Tapi terbantah oleh seseorang yang pernah mengatakan padaku "Jangan sering berangan."
Kalau begitu, apa boleh jika diganti dengan bercita-cita?"

Biar ku ceritakan sedikit.
Hayati dan Zainudin adalah dua insan yang saling mencinta. Namun adat memutuskan mereka tidak bisa menikah. Akhirnya Hayati menikah dengan seorang yang kaya raya bernama Aziz.
I can't imagine, bagaimana kehidupan Hayati seorang diri.
Dia punya harta, tapi tidak merasakan cinta.

Selepas Hayati menikah, Zainudin patah hati hingga depresi. Terpuruk ia dan terkunci dalam jebakan pikirannya sendiri. Hati dan harapannya dibawa oleh Hayati. Azhimat bukti cinta Hayati padanya seolah terbawa pergi bersama dengan inai yang terpatri di jari jemari Hayati.

Bersama Bang Muluk, sahabatnya. Zainudin memutuskan untuk merantau ke Batavia. Menulis dan terus menulis perasaan dan kesedihan hatinya. Jalan dan takdir akhirnya membawa Zainudin menjadi penulis terkenal dan diberi kepercayaan memimpin sebuah Perusahaan Surat Kabar di Surabaya.

Namanya berubah menjadi En. Shabir. Mashyur dan terkenal ia.

Hingga hari pertemuan itu datang lagi.
Opera "Teroesir" yang mengangkat cerita dari buku karangannya dilaksanakan di rumah Zainudin. Disitulah Hayati, Aziz, dan Zainudin bertemu kembali. Saat itu, Aziz sedang mengalami kerugian, seluruh hartanya habis tersita akibat hutang. Zainudin membantu, memberikan tempat tinggal untuk Aziz dan Hayati dirumah bersamanya.

Gejolak cintanya pada Hayati tidak padam.
Namun, kekecewaan akan harapan kosong Hayati lebih dominan.
Di akhir cerita, Aziz pergi, menceraikan Hayati kemudian mati karena overdosis.

Dalam hati Hayati, angan-angan bersatu dengan Zainudin muncul kembali.
Tentu, harapannya sangat besar.
Ia yakin Zainudin masih mencintainya. Sebab terpampangnya lukisan wajahnya di ruangan kerja Zainudin.

Keberanian Hayati membawanya untuk mengatakan bahwa ia siap hidup bersama Zainudin, bahwa ia masih sangat mencintai Zainudin.

Alih-alih memeluk Hayati, Zainudin memberikan jawaban yang bertolakbelakang dengan angan-angan Hayati.

Ia tumpahkan segala rasa kecewanya pada Hayati. Ia sebut Hayati sebagai orang yang paling kejam hingga membuatnya menderita. Membuatnya menjadi sangat dikucilkan masyarakat dan akhirnya pergi meninggalkan Padang Panjang.
Zainudin memutuskan, Hayati harus dipulangkan ke Padang. Dan dia tanggung semua keperluan Hayati.

Sakit. Tak ubahnya ranting kuat yang dipaksa untuk patah. Hayati menangis sejadi-jadinya.

Namun ia menurut, dengan berat hati ia berangkat pulang ke Padang menaiki Kapal Van Der Wijck. Firasatnya, ia akan tenggelam.
Dititipkannya surat untuk Zainudin berisikan bahwa ia selamanya akan mencintai Zainudun. Bahkan hingga maut menjemputnya.

Setelah membaca surat cinta terakhir Hayati, Zainudin tergugah. Seluruh hatinya adalah milik Hayati. Dan sudah cukup kemarahannya terbalaskan. Ia akan menjemput Hayati kembali.

Namun terlambat, Kapal Van Der Wijck telah tenggelam. Hayati telah terluka parah. Beruntung mereka sempat bertemu.

Belum sempat cinta mereka tercatat dalam ikatan pernikahan. Hayati kembali 'pulang' pada Tuhan.
Meninggalkan Zainudin yang merana dan tetap berusaha menghidupkan Hayati dalam karya dan tulisannya.

-----

Baiklah.
Duhai calon Imam ku dimanapun berada.
Cerita itu menyedihkan, ya?

Kalah begitu. Kita tinggalkan kisah Hayati dan Zainudin.
Dan kita hidupkan kisah kita bersama-sama.

Sampai detik ini, aku belum tahu seperti apa rupamu dan dimana tempatmu menebar kebaikan sekarang.
Bisa jadi kita dekat, atau bahkan terpisahkan jarak yang teramat. Ku kira engkau pun sama. Tidak tahu juga kalau masa depan kita akan bersama.

Tapi tapi...
Meski kita belum pernah bertemu ataupun bertegur sapa.
Semoga suatu saat kita bisa saling berkata dengan sejujurnya. Tanpa menyembunyikan rasa seperti halnya Zainudin di akhir cerita.

Biar jarak ini terus terjaga sampai waktu yang digariskan tiba.

Biar aku tidak perlu nangis mengemis.
Biar engkau tidak perlu lelah menyembunyikan.

Kita tidak sama-sama menunggu kan?
Namun kita menuju.

Lanjutkan setiap karyamu.
Dan aku pun begitu.

Sampai bertemu nanti.
Saat rasa cinta pertama kali akan kita hadirkan.
Selepas saksi mengatakan 'sah'.
Dan arsy'Nya telah terguncang akibat ijabmu.