Malaikat Tanpa Sayap itu Ternyata Ibuku

Malaikat Tanpa Sayap itu Ternyata Ibuku. 

Malam ini tak ada yang menyangsikan angin malam yang begitu membekukan tubuhku. Belum kering baju dan badanku akibat diguyur hujan. Tangis tak dapat aku reda kala raga tak lagi berdaya. Tuhan, apakah ini akhir perjalanan hidupku? Dibawah hujan malam ini aku harus menghadapMu?

Terdiam aku disudut jalan depan gang sempit menuju rumahku. Tak ada yang dapat aku lakukan lagi, selain berdoa memohon ampunan kelak ketika nyawa ini diambil, aku dalam keadaan bertaubat. Sekali lagi berdoa, sekali itu pula pandanganku gelap. Semakin gelap, hingga aku tak sadarkan diri.. Aku telah mati...

Dalam gelap kudapati cahaya sedikit demi sedikit menyergap pandanganku. Muncul sesosok anak kecil berusia 1 tahun sedang belajar berjalan. Tak aku kenali wajah anak ini. Namun disampingnya ada seorang wanita muda dengan amat bahagia menepuk tangani anaknya yang telah berhasil berjalan. Wajah nya amat familiar bagiku. Wajah yang aku kesali tiap hari.. Ibu?

Pandanganku kembali gelap dan kosong. Hingga aku berada disebuah ruangan kelas Sekolah Dasar. Kulihat hanya ada 1 orang murid disana sedang memangku tangan mendengarkan guru mengajar. Tak ada yang kukenali, semuanya asing. Namun, ku lihat dibalik jendela kelas ada seorang wanita muda sedang menyeka air mata bahagianya karena melihat anaknya berhasil duduk di bangku sekolah dasar. Wajah yang mulai aku kenali. Wajah yang aku hindari saat aku bermain HP ku.. Ibu?

Tiba-tiba bayangan kelas itu hilang.. Berganti latar menjadi dirumahku sendiri. Siapa itu? Kulihat seorang anak SMP sedang asyik menonton televisi sambil menikmati sarapannya. Apakah itu aku? Namun dibalik pintu, ada seorang wanita yang mulai menua sedang mencuci pakaian kotor. Wajah yang lambat laun aku kenali dengan yakin. Wajah yang semakin menua tapi jarang ku perhatikan.. Ibu?

Dan kini.. Hanya tersisa diriku sendiri, tertidur tanpa selimut diruang kamar ku. Gelap. Hingga kurasakan cahaya lampu kamar dinyalakan. Kudengar suara langkah kaki Ibu mendekatiku. Kurasakan selimut kini menyelimutiku. Sayup-sayup aku dengar suara merdu Ibu..
"Anakku. Apa kabarmu? 
Ibu amat bersyukur kepada Allah karena telah menganugerahkan Ibu anak secerdas dirimu. Ibu bangga padamu Nak, sejak kecil kamu selalu memiliki prestasi membanggakan. 
Nak, saat kamu kecil, kamu adalah anak yang selalu ingin tahu segala hal. Hampir semua hal yang kau temui, kau tanyakan pada Ibu. Ibu senang sekali menjadi tempat ceritamu. Mendengar keluh kesahku saat kamu duduk di TK dan SD. Mendengar cerita tentang gurumu, temanmu, pelajaranmu. 
Kebanggaan Ibu semakin bertambah, saat kamu lulus SMA dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Tak bosan Ibu ceritakan tentang prestasimu ke sanak saudara kita agar menjadi motivasi. 
Namun Nak, seiring berjalannya waktu. Ibu merasa amat jauh darimu. Setiap pagi, kamu berangkat terburu-buru, ada kelas pagi katanya. Padahal Ibu baru saja ingin membuatkanmu sarapan. Setiap hari, kamu pulang malam dengan rawut wajah kelelahan. Ingin sekali Ibu seka debu di wajahmu, tapi kamu lebih dulu masuk ke kamarmu. Mau istirahat, katanya. 
Ibu tak lagi mendengar ceritamu seperti dulu, ibu tak lagi mendengar bahagianya kamu seperti dulu. Ibu tak lagi mendengar keluh kesahmu tentang pelajaranmu. 
Ibu tak lagi menjadi tempat cerita mu. Maafkan Ibu nak yang tak bisa bangun amat pagi demi sarapan bersamamu. Maafkan Ibu nak yang tak lagi mengerti tentang dunia kampusmu. Maafkan Ibu nak yang tak lagi memahami kegiatan-kegiatan organisasimu. Maafkan Ibu atas kekhilafan Ibu yang tak mencoba mengerti tentang duniamu Nak. 
Namun, kamu harus tau nak betapa sayangnya Ibu padamu. Tiap pagi setelah kamu pamit, Ibu tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatanmu. Tiap kamu pulang malam tanpa kabar, Ibu rasanya gelisah. Tiap kamu pulang dengan wajah kelelahan, ingin sekali rasanya bertanya apa yang sedang terjadi. Tiap kamu mulai terlelap, Ibu memperhatikan wajah lelahmu dan mencium keningmu dengan hati-hati, khawatir akan mengganggu tidurmu.
Namun Ibu memaklumi Nak, mungkin Ibu tak pantas lagi menjadi tempat cerita dunia kampusmu. 
Nak, pesan Ibu, tentukan dan pilihlah jalan hidup terbaikmu. Jika kamu mulai lelah, lihat Nak ada Ibu yang selalu bisa jadi tempat bersandarmu. Jangan pernah lupakan Ibu, Nak. Ibu percaya, saat ini kamu sedang menjalankan suatu amanah yang besar. Ibu doakan semoga Allah selalu menyertai langkahmu ya Nak.."..

Dan kurasakan Ibu mencium keningku dengan lembut..

Aku yakin ini bukan mimpi. Sekarang Ibu benar-benar ada disampingku, mengompres keningku yang panas tinggi. 
Aku tak kuasa menahan air mataku, walau aku tetap tak berani membuka mata....

Terimakasih Ibu, atas kasih sayangmu yang tak pernah putus. Ibu akan selalu jadi tempat ceritaku..

-21 April 2015

0 Response to "Malaikat Tanpa Sayap itu Ternyata Ibuku"

Posting Komentar