Refleksi Hayati dan Zainudin

Kali kedua nonton Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wircjk.

Kesejatian cinta.
Ketulusan cinta.

Aku jadi ingin berangan.
Tapi terbantah oleh seseorang yang pernah mengatakan padaku "Jangan sering berangan."
Kalau begitu, apa boleh jika diganti dengan bercita-cita?"

Biar ku ceritakan sedikit.
Hayati dan Zainudin adalah dua insan yang saling mencinta. Namun adat memutuskan mereka tidak bisa menikah. Akhirnya Hayati menikah dengan seorang yang kaya raya bernama Aziz.
I can't imagine, bagaimana kehidupan Hayati seorang diri.
Dia punya harta, tapi tidak merasakan cinta.

Selepas Hayati menikah, Zainudin patah hati hingga depresi. Terpuruk ia dan terkunci dalam jebakan pikirannya sendiri. Hati dan harapannya dibawa oleh Hayati. Azhimat bukti cinta Hayati padanya seolah terbawa pergi bersama dengan inai yang terpatri di jari jemari Hayati.

Bersama Bang Muluk, sahabatnya. Zainudin memutuskan untuk merantau ke Batavia. Menulis dan terus menulis perasaan dan kesedihan hatinya. Jalan dan takdir akhirnya membawa Zainudin menjadi penulis terkenal dan diberi kepercayaan memimpin sebuah Perusahaan Surat Kabar di Surabaya.

Namanya berubah menjadi En. Shabir. Mashyur dan terkenal ia.

Hingga hari pertemuan itu datang lagi.
Opera "Teroesir" yang mengangkat cerita dari buku karangannya dilaksanakan di rumah Zainudin. Disitulah Hayati, Aziz, dan Zainudin bertemu kembali. Saat itu, Aziz sedang mengalami kerugian, seluruh hartanya habis tersita akibat hutang. Zainudin membantu, memberikan tempat tinggal untuk Aziz dan Hayati dirumah bersamanya.

Gejolak cintanya pada Hayati tidak padam.
Namun, kekecewaan akan harapan kosong Hayati lebih dominan.
Di akhir cerita, Aziz pergi, menceraikan Hayati kemudian mati karena overdosis.

Dalam hati Hayati, angan-angan bersatu dengan Zainudin muncul kembali.
Tentu, harapannya sangat besar.
Ia yakin Zainudin masih mencintainya. Sebab terpampangnya lukisan wajahnya di ruangan kerja Zainudin.

Keberanian Hayati membawanya untuk mengatakan bahwa ia siap hidup bersama Zainudin, bahwa ia masih sangat mencintai Zainudin.

Alih-alih memeluk Hayati, Zainudin memberikan jawaban yang bertolakbelakang dengan angan-angan Hayati.

Ia tumpahkan segala rasa kecewanya pada Hayati. Ia sebut Hayati sebagai orang yang paling kejam hingga membuatnya menderita. Membuatnya menjadi sangat dikucilkan masyarakat dan akhirnya pergi meninggalkan Padang Panjang.
Zainudin memutuskan, Hayati harus dipulangkan ke Padang. Dan dia tanggung semua keperluan Hayati.

Sakit. Tak ubahnya ranting kuat yang dipaksa untuk patah. Hayati menangis sejadi-jadinya.

Namun ia menurut, dengan berat hati ia berangkat pulang ke Padang menaiki Kapal Van Der Wijck. Firasatnya, ia akan tenggelam.
Dititipkannya surat untuk Zainudin berisikan bahwa ia selamanya akan mencintai Zainudun. Bahkan hingga maut menjemputnya.

Setelah membaca surat cinta terakhir Hayati, Zainudin tergugah. Seluruh hatinya adalah milik Hayati. Dan sudah cukup kemarahannya terbalaskan. Ia akan menjemput Hayati kembali.

Namun terlambat, Kapal Van Der Wijck telah tenggelam. Hayati telah terluka parah. Beruntung mereka sempat bertemu.

Belum sempat cinta mereka tercatat dalam ikatan pernikahan. Hayati kembali 'pulang' pada Tuhan.
Meninggalkan Zainudin yang merana dan tetap berusaha menghidupkan Hayati dalam karya dan tulisannya.

-----

Baiklah.
Duhai calon Imam ku dimanapun berada.
Cerita itu menyedihkan, ya?

Kalah begitu. Kita tinggalkan kisah Hayati dan Zainudin.
Dan kita hidupkan kisah kita bersama-sama.

Sampai detik ini, aku belum tahu seperti apa rupamu dan dimana tempatmu menebar kebaikan sekarang.
Bisa jadi kita dekat, atau bahkan terpisahkan jarak yang teramat. Ku kira engkau pun sama. Tidak tahu juga kalau masa depan kita akan bersama.

Tapi tapi...
Meski kita belum pernah bertemu ataupun bertegur sapa.
Semoga suatu saat kita bisa saling berkata dengan sejujurnya. Tanpa menyembunyikan rasa seperti halnya Zainudin di akhir cerita.

Biar jarak ini terus terjaga sampai waktu yang digariskan tiba.

Biar aku tidak perlu nangis mengemis.
Biar engkau tidak perlu lelah menyembunyikan.

Kita tidak sama-sama menunggu kan?
Namun kita menuju.

Lanjutkan setiap karyamu.
Dan aku pun begitu.

Sampai bertemu nanti.
Saat rasa cinta pertama kali akan kita hadirkan.
Selepas saksi mengatakan 'sah'.
Dan arsy'Nya telah terguncang akibat ijabmu.

0 Response to "Refleksi Hayati dan Zainudin "

Posting Komentar