Hallo, semua! Bagaimana kabarnya
hari ini? Semoga selalu sehat ya.
Background
Kali ini, saya mau sedikit
sharing pengalaman saya belajar English. Kenapa saya menuliskan ini? Tulisan ini
sama sekali bukan untuk pamer atau sejenisnya. Alasan saya gak lebih hanya ingin
bercerita kepada teman-teman tentang proses saya bergelut dengan “the hardest
lesson” dan pelajaran yang dulunya sangat saya hindari.
Kalau ada pertanyaan, siapa yang
panas dingin ketika mau mulai pelajaran English? Pasti saya akan angkat tangan
paling pertama, karena kenyataannya memang begitu. Sejak di bangku sekolah,
saya lebih senang pelajaran menghitung dibandingkan menghafal, seenggaknya
lebih mending gitu buat otak saya, bagi saya dulu English tentang
hafal-hafalan. Sehingga gak heran, 9 tahun saya belajar English di sekolah, 16
tenses aja saya gak hafal, macam-macam verb saya gak ngerti, apalagi formula
lain? Gak usah ditanya. Hehe.
Namun saya pernah nekad ikut
ekstrakulikuler yang berkaitan dengan English, Debing (Debat Bahasa Inggris)
namanya. Niatnya mau improve kemampuan English saya, hasilnya, baru 1 menit
saya ngomong di depan 4 orang teman-teman club, saya lari ke toilet dan nangis
disana, saking malu dan gagapnya ditambah insecure lihat yang lain udah
casciscus. Dari situ, saya jadi gak terlalu tertarik buat belajar English lagi
(please, yang ini jangan ditiru, cepat nyerah orangnya).
Kabar lainnya, English adalah
bahasa internasional dimana ketika kita mau berkembang baik di karir maupun
pendidikan, kemampuan berbahasa Inggris kita menjadi salah satu acuannya. Bahkan
gak heran jika beberapa posisi, instansi, dan lembaga tertentu mensyaratkan
skor minimal. Hal yang gak bisa kita pungkiri lagi. Sampai akhirnya ditahun
2019 saya “dipaksa” untuk belajar English. Dipaksa siapa? Sama diri saya
sendiri karena syarat Lembaga Beasiswa yang saya tuju mensyaratkan ini. Saya pun
mau tidak mau, suka tidak suka, harus mulai belajar English, dari basic banget.
Progress
Sampai sekarang, saya pernah
mengikuti 6 tes English:
Pertama, 2013 Tes TOEIC dengan
skor 380 dikonversikan ke TOEFL menjadi 425. (itu juga banyak yang nebak)
Kedua, 2017 Tes TOEP UNJ = 437
Ketika, 2018 Tes TOEFL Prediction
= 433.
Keempat, 2019 Tes TOEFL = 477.
(hasil mengurung diri di Kampung Inggris, Pare)
Kelima, Maret 2020 Entry Test PB
turun skor jadi 460.
Keenam, Juni 2020 Tes TOEFL untuk
exit test PB skornya 540. Peningkatan signifikan karena instensif TOEFL di PB UI.
Here we go!
Kalau selebgram atau artis
biasanya ada yang nanya ya, “Kak bagi tips dong biar ini itu dll..” Nah
kebetulan saya gak ada yang nanya nih, tapi gak apa-apa lah ya tulis aja. Hehe.
Sebenarnya skor saya masih jauuuh banget dibawah skor maksimal TOEFL yaitu 677.
Namun di beberapa instansi mensyaratkan skor minimal 500/525/550 tergantung kebutuhannya.
Nah, dan berikut hal-hal yang
saya jalani, pelajari, dan dapati selama belajar TOEFL:
1. Niat!
Pasti banget. Juni
2019 adalah pertama kali saya niat untuk bisa memahami English dan TOEFL, dan Alhamdulillah
kalau udah niat, yakin jalannya bisa terbentang lebar. Jadi pertama-tama, mari
luruskan niat.
2. Lakukan!
Sesaat setelah
saya niat dan yakin mau serius belajar English, maka saya harus mulai rancang
cara apa dan bagaimana untuk belajarnya. Penting juga buat tahu, metode belajar
seperti apa yang bisa kita pilih. 1) Otodidak/belajar mandiri, kalau kamu
aslinya senang dengan English, paham basic, suka juga reading dan listening
hal-hal yang berbau English, kamu bisa banget pilih metode ini. Sayangnya, saya
gak terlalu punya ‘modal’ itu akhirnya saya pilih metode kedua. 2)
Les/Bimbel/Private dengan tutor professional. Untuk opsi kedua, siap-siap
mengeluarkan budget ya, sesuaikan dengan budgetmu.
3. Memilih
Tempat Les Yang COCOK
Kenapa harus
cocok? Gak terbaik menurut peringkat? Karena yang terbaik belum tentu bisa
cocok dengan tujuan kita. Untuk tempat les, ada 2 pilihan dengan beberapa
pertimbangan
: 1) Les di
Lembaga di Jakarta, kelebihan: bisa disambi aktivitas lain dan tidak perlu
keluar kota. Kekurangan: non-intensive, 2-3 pertemuan/minggu @2jam selama 3
bulan, atau 2) Les di Kampung Inggris, Pare, kelebihan: intensive 2 minggu
@9jam/hari, kekurangan: gak bisa disambil aktivitas lain, harus ke luar kota
tapi sambil jalan-jalan. Pilihan saya jatuh ke Les di Kampung Inggris karena
saya hanya punya waktu 1,5 bulan untuk prepare.
4. Pasang
Target.
Karena TOEFL ini
tentang angka, maka penting untuk pasang target skor. Target skor juga akan
membantu kita menganalisa, dari 3 section tes TOEFL mana yang bisa kita “unggulkan”
dan mana yang tidak. Saat di Pare, Target saya 460, tidak mau muluk 500 karena
saya mau belajar dari basic dan paham dari akarnya. Tapi kalau kamu senang
dengan target yang tinggi, sangat keren lho!
5. Nyimak,
Fokus, Belajar, dan Enjoooy!
Saya bisa katakan
kalau belajar di Pare itu asyik banget! Setiap hari saya usahakan tidak telat
dan duduk paling depan. Selanjutnya nyimak bener-bener yang diajarin tutornya. Beruntungnya,
tutor di Pare bisa menjelaskan dengan gaya yang mudah dipahami untuk semua
kalangan. Kalau bosan, di Pare banyak tempat wisata alam dan kuliner. Sesekali nonton
film atau lakuin hobby juga bagus.
6. Study
Club dan Belajar Bareng!
Pokoknya selama
di Pare, misi saya cuma 1: belajar, eh satu lagi: jalan-jalan. Tapi yang utama
adalah belajar. Tiap malam di Kursus Elfast ada study club TOEFL untuk membahas
soal Structure. Jadi selama 30 menit, kita diminta ngerjain 40 soal Structure
kemudian dibahas sama Tutornya. Saya ikut itu dari mulai hari pertama, dari
yang yaa Allah gak paham banget, salah banyak karena mencoba idealis
nginget-nginget materi di kelas, sering juga milih 2 jawaban karena ragu-ragu.
Sampai di hari terakhir, lumayan ada peningkatan:’). Dan yaaa! Belajar bareng
sama teman kelas, atau sama siapapun yang mau diajak belajar. Bahas lagi
materinya, drilling ngerjain soal pakai waktu, kalau salah saling ngejelasin,
pokoknya gitu terus sampai lapar atau ngantuk. Oh ya, salah satu kelebihan dari
saling mengajarkan adalah karena ilmu itu bisa semakin melekat di otak ketika
kita ajarkan ke orang lain. Asli, harus coba.
7. Mengenal
Kekuatan dan Kelemahan Section!
Jadi di TOEFL
ada 3 section: Listening, Structure, dan Reading. Diantara ketiga ini, kita
harus tahu dimana letak kekuatan kita dan kelemahan kita. Hal ini penting
supaya kita bisa menyeimbangkan skor akhir kita nanti. Tiap orang bisa berbeda,
karena semua tergantung gaya dan tipe belajar kita, apakah lebih ke auditori atau
visual. Karena saya tim anak visual, ketika di Pare, saya fokus di Structure
karena menurut saya ini paling mudah saya kuasai duluan karena formulanya jelas
ada (walau kadang lupa). Alhasil, setelah dari Pare structure saya bisa naik
lumayan drastis dan berbobot karena milihnya pakai ilmu. Sedangkan Listening
dan Reading masih diam ditempat. Barulah ketika Pengayaan Bahasa UI, saya fokus
ke Listening dan Reading sambil mengulang materi Structure.
8. Practice
Test terus tapi Gak Usah Jadi Beban! Learn hard, play hard!
Teman-teman pernah
kayak punya beban besar banget dipundak tapi gak kelihatan? Nah gitu rasanya,
berat, dan kalau gak tercapai tujuannya jadi sedih dan sakit banget. Kenyatannya,
belajar apalagi belajar bahasa harus relax dan happy. Membuat target boleh,
tapi lupakan itu ketika mengerjakan tesnya. Beberapa kali skor Practice Test
saya turun karena sepanjang test saya mikir “sekarang harus nyampe skor sekian”,
saya mikir keras cari jawaban yang benar, sok-sok-an gak mau tangtingtung walau
mentok, akhirnya bukannya tercapai malah turun. Keadaan psikologis kita ketika
test sangat penting ternyata. Akhirnya, setelah menyadari hal itu, saya berusaha
untuk lebih relax dan fokus ke test nya, bukan ke hasil akhirnya. Kalau ada
soal mentok, ya coba mikir dulu pakai ilmu cocokologi, kemudian next question. Hal
ini juga disampaikan oleh teman saya yang jago Listening, ketika saya bertanya “Gimana
tips supaya gak ngeblank kalau dengar audio yang kurang dipahami?” jawabnya, “Move
on aja, fokus ke kalimat yang berikutnya. Gak usah dipikirin yang gak
ngertinya..”. Oke sip, move ooooon. Sesekali saya juga iseng ikutan quiz soal TOEFL di Instagram.
9. Jangan
Mudah Puas dan Tetap Evaluasi!
Guys, ternyata
naik turun skor Practice Test itu biasa ya, yang penting adalah follow up dan
evaluasi kita. Baca-baca lagi materi yang terlupa. Ulang lagi audio
listeningnya pakai teks. Baca ulang lagi passage yang kurang dipahami. Sambil nyemil
cokelat juga asyik, kalau saya sambil nonton.
10. Banyak
berdoa, tetap semangat, dan cintai ilmunya!
Belajar itu memang
harus sabar ya karena gak selalu kita menemukan materi yang mudah, sering juga
kita mentok, gak ngerti, susah pahamnya, dan sebagainya. Kalau udah sampai
sini, artinya istirahat aja dulu, tenangin hati, sembari meminta kepada Tuhan
supaya dibukakan jalan buat paham. Sepele? Enggak menurutku. Karena seluruh
ilmu didunia ini adalah ilmu-Nya, hehe, kalau udah gini, biasanya saya bisa
lebih tenang. Terakhir, cintai ilmunya, akan lebih mudah buat kita pahami ketika kita sudah
senang dengan ilmunya. Ketika kita bosan dari materi satu, kita bisa pindah ke
materi lain, atau bahkan sekadar dengerin video dongeng pakai bahasa Inggris.
Dariku untuk Kita Semua!
Teman-teman semuanya, tips diatas
memang tips biasa yang sebagian kamu mungkin sudah pernah baca. Namun pelajaran
paling besar yang saya garisbawahi adalah: Gak ada ilmu yang gak bisa kita
pelajari selagi kita mau belajar. Gak ada istilah masih basic, masih harus
ngulang dari nol, atau kalimat yang membuat kita pesimis dan takut gagal. Ternyata
mungkin aja lho kita bisa paham sesuatu sekalipun dulunya kita hindari. Selama kita
menikmati proses belajarnya, insyaallah berapapun dan apapun hasil yang kita
dapat, itu lah yang terbaik. Jangan pernah membandingkan skor kita dengan orang
lain, karena kita berjalan di garis proses kita sendiri-sendiri. Tetap
semangat! Gak ada kata berhenti untuk belajar kecuali nafas kita sudah
berhenti, ya J.
Ini note to my self. Sampai jumpa di tulisan saya berikutnya. Selamat belajar J
0
komentar